Sosok Alumni FE UGM Bernyali Rendah ????

Posted on Wednesday, May 14, 2008 by Bagas Indyatmono

Seperti apakah sosok alumni ekonomi UGM, khususnya di mata industri? Apakah lulusan universitas sudah dapat menjawab kebutuhan industri yang selalu berkembang dan penuh kompetisi? Bagaimana sebaiknya kurikulum tingkat sarjana harus dikemas sehingga tercipta link and match yang ideal, atau setidaknya gap yang sering muncul dari teori dan praktis dapat dikurangi. Diskusi internal Jurusan Manajemen FEB UGM, 1 Agustus 2007 yang membahas kurikulum jurusan diharapkan dapat menjadi media untuk mencari jawaban dari sekian pertanyaan-pertanyaan tersebut. Berikut catatan diskusinya.


Bernyali rendah atau kurang percaya diri dan tidak komunikatif adalah beberapa karakter kuat yang disoroti oleh pihak industri level nasional maupun multinasional, terhadap sosok alumni Fakultas Ekonomi UGM atau UGM secara keseluruhan. Selain, kemampuan berbahasa Inggris yang masih minim atau ala Tukul. Meskipun, pihak industri tidak meragukan kemampuan intelektual khususnya dari segi teori lulusan UGM, dengan cakupan knowledge yang lengkap, luas dan kaya pemahaman akan teori dasar keilmuan. Disamping lulusan UGM, diakui cukup rajin, idealis, berapi-api, pintar dan berpengetahuan luas serta jarang komplain.


Bagi akademisi, masukan seperti ini menjadi koreksi dan evaluasi dari proses pembelajaran yang telah dilakukan. Memfasilitasi proses pembelajaran yang untuk menghasilkan output dan outcome yang menjadi sasaran industri, di kondisi saat ini merupakan sebuah keharusan. Inilah peran besar universitas. Perbaikan kurikulum yang mengarah pada kebutuhan industri menjadi hal yang krusial pula.


Mengutip pendapat Prof. Rolf Kunisch (Germany), setidaknya industri mengharapkan lulusan universitas memiliki tiga aspek: knowlegde, attitude dan character yang baik. Dengan kata lain, bentuk output yang seperti ini adalah output ideal atau disebut juga manusia yang utuh. Apa yang dapat disediakan oleh universitas? Lebih lanjut, Prof. Kunisch menegaskan bahwa akademisi memegang prioritas utama dalam mensupplai knowledge. Mulai dari know-what (domain knowledge itu sendiri), dan know-how (applied knowledge). Yang kedua hal ini, penekanan dan fokus masing-masing perguruan tinggi dapat saja berbeda-beda.


Aspek attitude (sikap), dapat distimulasi di lingkungan pendidikan. Hanya saja, kembali, adanya sinergi dengan pihak industri yang menggunakan output universitas dalam pembentukan sikap menjadi prioritas utama pihak industri. Karena pihak industrilah yang akan menggunakan output dari perguruan tinggi. Dengan kata lain, what business will pay for it.


Yang ketiga adalah karakter. Tidak dapat dipungkiri, tentu saja, tidak mudah membentuk karakter seseorang. Karena pembentukan karakter, tidak hanya sebatas saat mahasiswa menempuh pendidikan di bangku kuliah, tapi jelas terkait mulai darimana dia berasal, bagaimana dia dibesarkan di lingkungan terkecil dan seterusnya. So, jelaslah, karakter bukan bagian dari peran akademisi.


Dari diskusi hari ini, telah ditetapkan bahwa kurikulum jurusan yang berfondasi pada hal yang basic dan broad education, dengan focus perubahan adalah pada learning dari output-based (i.e IPK) mengarah pada outcome-based (employeability). Selain, adanya penekanan kuat pada aspek perubahan atmosfir akademik yang memungkinkan mahasiswa lebih bersikap terbuka dan berani mengeluarkan pendapat, percaya diri dan komunikatif. Harapannya, dengan perubahan kurikulum seperti ini, lulusan universitas, khususnya jurusan Manajemen, FEB UGM dapat menjadi lulusan unggulan dan pilihan industri di masa mendatang. Setidaknya, apa yang dilakukan hari ini, menjadi langkah nyata untuk perbaikan ke depan. Karena … “Vision without action is merely a dream. Action without vision just passes the time. Vision with action can change the world” (Joel Baker).


Sumber : nurulindarti.wordpress.com

1 komentar:

Anonymous says:

artikel yg bagus,, rasanya karakteristik mahasiswa ugm tsb sudah tdk jadi rahasia umum lg..
aku yg merasa menjadi salah satu mahasiswa "bernyali rendah" walopun sudah tahu masih belum berubah,, masih ga pede,, walopun tetep ada usaha. hehehehe...
tapi ada satu yg ku sayangkan,,, penanaman kekreativitasan yg ujung2nya ke entrepreneursip untuk tiap2 individu kurang. (ya walopun ada mata kuliah perbis & kewirush)
kita terlalu didoktrin untuk menembus multinasional company,, walopun pada dasarnya kita mampu untuk jadi seorang entepreneur...
nikki.